Rabu, 10 September 2014

belum ada judulnya

Ia berjalan perlahan tanpa ada harapan. Langkahnya gontai, wajahnya menunduk. Senyum cerahnya menghilang. Tapi masih berjalan, meski membawa setumpuk beban. 

Seolah langit sedang berbaik hati padanya, bersamaan dengan nyanyian angin yang syahdu, seorang yang selama ini ia nantikan berdiri tak jauh di depannya. Meski orang itu menutupi wajahnya dengan masker, meski potongan rambutnya jauh berbeda, meski mungkin tubuhnya tak setegap dulu, tapi ia selalu bisa mengenali sosok yang selama ini mengganggu tidurnya. 

Sontak badannya gemetar, nafasnya naik turun, tangannya terasa dingin, seiring langkah-langkah yang semakin mendekatkan ia pada sosok laki-laki berjaket cokelat itu.

Ragu-ragu, ia menyapanya, "Kahfi...."

Yang dipanggil Kahfi pun membalikkan wajahnya, "Zara..."

***

Ia masih tak percaya bisa menjejakkan kakinya di kota ini lagi. Bukan kota kelahirannya, bukan juga kota tempat ia dibesarkan. Tapi ini kota dimana seorang gadis kecilnya dulu menghabiskan masa remajanya. Kota ini yang selalu diceritakan oleh gadisnya dengan menggebu. Kota penuh sejarah dan kearifan ini yang selalu disanjung dan dirindukan gadis manisnya.

Ia menyusuri jalan-jalan yang masih membekas diingatannya. Mengunjungi beberapa tempat dimana ia dan gadisnya dulu menghabiskan senja. Dan langit turut mengatur satu per satu langkahnya. Hingga ia berhenti tak seberapa jauh dari seorang wanita yang sedari tadi nampak muram. 

Ia segera membetulkan letak masker dan topinya agar tak mudah dikenali, setelah ia memastikan bahwa wanita yang ia lihat adalah sosok yang selama ini tanpa sengaja merusak konsentrasinya. Sosok yang selalu membuatnya khawatir sekaligus menguatkannya.

Badannya yang kini lebih jangkung terasa membatu ketika wanita itu berjalan mendekatinya. Sedari tadi ia salah tingkah, hingga suara yang lama tak ia dengar itu menyapa, menggetarkan gendang telinganya, hingga hatinya.

"Kahfi....." kata wanita itu.

Dan dengan segala keberaniannya yang tersisa, ia menatap wajah wanita di depannya, "Zara...."

***

(potongan dari proyek belum selesai yang belum ada judulnya juga)


Jumat, 15 Agustus 2014

Yang Tak Terlupa: Tentang Bagaimana Mereka Menyentuh Hati Kami (part 1)

Banyak orang yang bisa menuntut seseorang untuk berbuat ini itu
Tapi tidak ada yang bisa menuntut hati untuk mencintai apa dan siapa

Saya akan memulai tulisan ini dengan pengertian kader. Kader menurut KBBI adalah orang yang diharapkan akan memegang peran yang penting dalam sebuah organisasi. Sedangkan pengaderan adalah sebuah proses, cara, perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader. Kaderisasi sering dipandang sebagai hal yang paling penting dalam sebuah organisasi. Kaderisasi memegang peran untuk regenerasi, untuk menumbuhkan tunas-tunas baru demi keberlanjutan sebuah organisasi.
                
Dan ilmu maupun praktek kaderisasi yang bagi saya paling ‘terasa’ adalah masa-masa SMA, ketika saya masih menyandang status sebagai siswi SMAN 1 Yogyakarta. Praktek kaderisasi yang saya mengalaminya; mulai dari kami (saya dan teman-teman) di’kader’ hingga masanya kami yang mengader. Seperti halnya di organisasi lain, kami pun disini melalui banyak step atau fase dalam pengaderan.
                
Namun ada satu hal yang mungkin dalam proses pengaderan, organisasi lain tidak memilikinya, atau memiliki namun belum sebaik apa yang saya rasakan  ketika berada di SMA. Ada satu hal yang bagi saya sangat melekat tentang bagaimana senior-senior terbaik saya dulu mengader. Ada satu rahasia yang mungkin mereka (senior-senior saya) tak menyadarinya, tapi saya merasakannya. Senior-senior terhebat saya itu berhasil mengader hati kami (mungkin bahasa mangader hati kurang tepat, tapi begitulah, susah juga mendeskripsikan rasa yang memang tidak terdeskripsi hanya dengan sebaris kalimat).
                
Bagaimana caranya hingga mereka dapat mengader hati kami? Tentu bukan perkara mudah. Hal itu saya rasakan ketika berada di kelas XI, dimana tongkat estafet berganti, dimana saya dan teman-teman lah yang akhirnya mengambil peran dalam mengader itu.
                
Di SMA 1, kami sering berhubungan, berkomunikasi, ataupun bercanda dengan senior tanpa senioritas. Pada masa awal mengenakan seragam abu-abu, kami bertemu mas dan mbak pendamping, kemudian di “Gravitasi” (meminjam kata adek kelas) bertemu dengan mas dan mbak pansus, dan setelah itupun bertemu dengan mas dan mbak mentor (Di Teladan kami jarang gunakan istilah kakak-kakak). Tidak hanya pertemuan dalam forum, pun ketika dalam organisasi antara Pengurus Inti dan Staff pun terjalin rasa persaudaraan yang ada. Sampai bahkan ketika di sienom saya (ekskul) kami sering berkata “Kita mungkin jadi alumni Teladan, tapi nggak ada alumni Sigma. Sigma 33 ya Sigma 33, bukan alumni Sigma 33”. Begitulah mungkin sedikit gambaran bagaimana rasa persaudaraan mengikat kami.
                
Ya, tugas para senior bukan untuk memarahi junior, mengatur dengan otoriter, ataupun memberi tugas-tugas sulit, melainkan  membimbing dengan hati, mengenalkan kami akan makna sebuah keteladanan dan kebersamaan (ukhuwah).
               
  (Kali ini saya mengambil contoh pansus dan pendamping). Para pansus dan pendamping itu tentu tidak langsung datang tiba-tiba, ‘pedekate’ dengan junior, jadi senior yang manis-manis supaya junior dekat dengannya, tidak. Ada prosedurnya, ada prosesnya. Dan tentu mereka bukan orang sembarangan, mereka adalah orang-orang pilihan. Orang-orang pilihan karena mereka nantinya akan mendampingi generasi-generasi terbaik pilihan pula, yaitu adik-adik kami.
                
Setelah melalui proses pelobian, meyakinkan akan komitmen, mereka harus pula mengikuti berbagai rangkaian training atau pelatihan yang berlangsung hingga kurang lebih tiga bulan lamanya. Rela mengorbankan waktu sepulang sekolah, bahkan sedikit mengambil waktu rapat untuk membekali diri dengan ilmu demi sang adik yang bahkan mereka belum tahu siapa. Ya, semua itu mereka lakukan jauh sebelum adik-adik kami datang, bahkan mungkin calon adik-adik kami masih duduk manis di bangku SMPnya.
               
 Ilmu tentang bagaimana menyentuh hati, bagaimana mengelola forum, ilmu tentang syahadatain, aqidah, akhlak, ukhuwah,  sejarah islam dan dakwah di sekolah, hingga hubungan ikhwan akhwat. Untuk apa semua itu? Agarmereka ketika bertemu dengan adik-adik nanti tidak ‘kosong’. Agar mereka ketika bertemu adik-adik nanti siap menjadi ‘sumur’ yang siap diambil airnya oleh adik-adik. Agar mereka ketika bertemu dengan adik-adik nanti menjadi sosok yang lembut, tangguh, dan berwawasan luas, sehingga adik-adik kami tidak sungkan bila ingin berceloteh tentang apa saja, bahkan mencurahkan isi hatinya. Dan tentu saja, mereka dibekali dengan slogan sekolah kami, 6S (senyum, salam, sapa, sopan, santun, dan sederhana). Sehingga ketika adik-adik menemui seniornya, selalu ada senyum dan raut ramah menyapa, yang menghadirkan kerinduan untuk bertemu kembali dalam forum maupun perjuampaan informal lainnya.
                
Dari kerinduan itulah maka muncul cinta. Cinta yang tersebab oleh kuatnya hati mengikat. Meski tak jarang setelah beberapa pekan berlalu, adik-adik dalam lingkaran mereka berkurang. Ada yang harus izin karena mengikuti latihan rutin sienom ini, sienom itu, les ini, les itu, dan sebagainya. Tapi tak mengapa, bagi mereka kuantitas bukan yang utama meski termasuk dalam perhitungan parameter. Mereka tak pernah memaksa dengan tuntutan, mereka menasehati dengan sepenuh hati, mereka mengingatkan dengan senyuman.
                
Maka setelah beberapa pekan, terlihatlah sesiapa yang sungguh-sungguh. Terlihatlah sesiapa yang begitu kuat ikatan hatinya, yang begitu rindu untuk bertemu dengan bertemu dengan lingkaran-lingkaran yang terlingkup sayap malaikat. Setiap pekan bertemu, bercerita, dan mengambil hikmah dari setiap kejadian. Setiap pekan mereka membimbing, mereka menasehati, mereka membersamai. Tak jarang karena kemurahan hati mas dan mbaknya, adik-adik pun mendapat traktiran, meski hanya semangkuk mie ayam sambil bercengkerama hangat. Begitulah para pendamping, mendampingi, dan memberi arti…
                
Pun sama dengan pansus. Sesi pansus adalah momen yang paling dinantikan bagi para peserta “Gravitasi”. Ketika sedang berlelah-lelah dengan sesi pleton, maka pansus hadir, mendengarkan curhatan adik-adik, memberi solusi, dan mengingatkan akan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Bahkan ketika ada adik yang tidak melakukan tugasnya, ada adik yang terlambat, maka mas mbak pansus inilah yang menanggungnya. Setiap menit keterlambatan si adik maka satu ‘seri’ pun bertambah. Saya pikir “Gravitasi” ini adalah program dan ‘skenario’ nyata terbaik sepanjang saya SMA.
                
Maka dari kedekatan yang berbuah rindu, dari rindu yang menyebabkan cinta, ukhuwah itu bukan hanya sebagai teori, tapi lebih pada praktek yang sedang dijalani. Begitulah mereka, tak cukup ‘mengajak’ lewat lisan. Tapi mereka juga ‘mengajak’ dengan halus, dengan keteladanan yang mereka ajarkan.

Maka meski telah tiga tahun berlalu semenjak saya pertama kali mengenal Teladan, perjumpaan dengan senior-senior terhebat saya itu tidak pernah terlupakan. Maka meski telah tiga tahun berlalu, tak jarang kami berkirim sms sekedar mengatakan betapa rindunya kami.

Barisan kalimat ini ditulis ditengah kesibukan saya menyeka bulir bening yang jatuh dari pelupuk mata. Tulisan ini sebagai pengingat bagi diri saya sendiri, yang kini mungkin akan dihadapkan dengan fase kaderisasi di kampus. Tulisan ini menjadi pengingat bagi saya, bahwa banyak sekali hal-hal yang saya dapat di Teladan, dan itu tak pernah tertelan waktu. Tulisan ini menjadi pengingat bagi saya, bahwa meski sudah menjadi alumni Teladan, keteladanan itu harus tetap ada, harus tetap kita bawa di bumi manapun kita berpijak.


Solo, 15 Agustus 2014.
               
               



Selasa, 01 Juli 2014

juli


juli. dan saya masih seperti anak baru ketika memandangi layar putih.
juli. 
maafkan.
masih belum bisa menulis sesuatu disini.

Minggu, 11 Mei 2014

School of Writing


BEDAH BUKU DAN PELATIHAN MENULIS BUKU ILMIAH NASIONAL

Pembicara: M. Luthfi Hamidi, S.Ag, SE., MA (penulis buku Qur'anomics)
Panelis : Dr. Raditya Sukmana, SE., MA (dosen dan ketua program pascasarjana Ekonomi Islam Universitas Airlangga)

Tema:
Qur'anomics. The Crisis: Krisis Mana Lagi yang Engkau Dustakan?
Mengkaji ekonomi dalam perspektif Al-Qur'an.

Waktu dan Tempat:
RABU, 21 MEI 2014
PUKUL 08.00 - 15.00
DI AULA PASCASARJANA FEB UNIVERSITAS AIRLANGGA

HTM:
Pelajar/ mahasiswa: 25k
Umum : 35k

Fasilitas:
1. Seminar Kit
2. Snack
3. Lunch
4. Sertifikat
5. Doorprize
6. Diskon 15% pembelian buku Qur'anomics

Pendaftaran:
SHOW_nama lengkap_nama institusi_no HP kirim ke 08567948589 (ishmah)

Pembayaran:
Langsung --> Corner FEB Unair
Transfer

More Info:
1. Ishmah (08567948589 )
2. Viana (085732917191)



organized by: Divisi Keilmuan HIMA EKIS FEB UA


Rabu, 30 April 2014

taukah kau tuan, bagaimana peribahasa "bagai pungguk merindukan bulan" itu kini menamparku?
seolah menyadarkanku dari sebuah lamunan panjang.
membangunkanku dari cerita mimpi yang terlalu indah.

senyatanya, aku memang sedikit bermimpi memiliki kisah seindah negeri dongeng itu akan terjadi padaku. 
dimana seorang upik abu pada akhirnya bersanding dengan pangeran rupawan. 
ah, aku tau itu hanya sebuah fiksi yang dibuat manusia. betapapun indah alur ceritanya. 

tapi kau tahu, aku selalu percaya dengan skenario-Nya. 
aku tidak akan memungkiri apapun yang telah Ia takdirkan untukku.
karena semua tahu, akhir dari-Nya selalu lebih indah dari cerita negeri dongeng manapun.

dan untuk saat ini, biarkan aku kembali dalam lamunanku sejenak,
sebentar saja,
membayangkan bahwa di dalam skenario Tuhan yang indah itu namamu tertulis disana...
dan biarlah aku tetap menjadi pungguk yang merindukan bulan, 
menjadi pungguk yang merindukanmu, tuan...

Selasa, 15 April 2014

'ketidaksengajaan'

aku percaya bahwa tak ada sebuah kebetulan. aku meyakini bahwa segala yang terjadi memang sudah menjadi kehendak Langit. namun, tentang pertemuan pertama kita, aku merasa bahwa itu hanyalah sebuah ketidaksengajaan.

di pagi yang entah, di tempat yang antah, Langit menuntun langkah kaki kita berpijak pada tanah yang sama. tak jauh, hanya seperlemparan batu dariku, kau berdiri. dan aku hanya menatapmu tanpa arti ketikakau bertanya basa-basi.

mungkin semesta sedikit kecewa dengan pertemuan pertama kita. hingga pada terbitnya matahari setelah pertemuan itu, pada pagi kesekian setelah pertemuan pertama itu, Langit kembali menuntun kita untuk menapaki jalan yang sama. lagi-lagi aku hanya merasa itu hanyalah sebuah ketidaksengajaan.

dan aku tidak pernah menyesal dengan pertemuan kita yang tanpa sengaja.

menghafal suara langkah kakimu sangatlah mudah bagiku. aku pun bisa menebak pakaian apa yang kau kenakan pagi ini. dan bukan suatu yang sulit bagiku untuk mengetahui makanan apa yang kau suka, buku apa yang kau baca, dan lagu apa yang sering kau dengar.

dan itu juga sebuah ketidaksengajaan.
satu ketidaksengajaan yang aku sesali, bahwa aku menyimpan setiap detail memori tentangmu...

Kamis, 13 Februari 2014

pertengahan februari

pertengahan februari. ada apa saja?

hari ini pembagian KHS pertama. it means udah tau IP semester 1 ini. nggak pengen bilang berapa, tapi alhamdulillah di syukuri. dari yang cuma targetnya "lulus dan nggak ada yang ngulang" ternyata Allah ngasih lebih. alhamdulillaah :)

hari ini hari keempat pelatihan untuk temilreg. well, dikasih kesempatan seperti ini nggak boleh disiakan dong ya. saya sedang mengumpulkan semangat yang kaya waktu sbmptn dulu. yang belajar itu jadi hobi. ya walopun itu cuma bertahan sebentar, hehe (tau kan saya aslinya ga suka belajar :D)

kediri. akan menjadi kota ke-5 (setelah bogor, bandung, depok, mojokerto) yang saya kunjungi selama di semester 1 ini. saya selalu bersyukur diberi kesempatan untuk ikut di agenda maupun lomba-lomba di luar kota. tidak, saya tidak mencari title juara nya. itu hanya bonus saja nantinya. ketika hendak berangkat menuju tempat baru, ataupun menghadiri agenda besar, yang saya niatkan adalah belajar. mempelajari kehidupan tepatnya. mendapatkan hikmah dari setiap detik perjalanan yang saya lewati. mencari kearifan dari setiap daerah yang saya pijak

semoga setelah kota ke-5 ini, di semester2 mendatang bisa mengunjungi hingga negara ke-5. aamiin :)

Rabu, 29 Januari 2014

hati anak peremupuan mana yang tidak akan hancur ketika ada yang memberitahu berapa lama lagi ayahnya akan bertahan?
hati anak perempuan mana yang tidak akan hancur?

Selasa, 21 Januari 2014

antara hidup dan mati

selasa yang lalu kabut membayangi setiap perjalanan kami. dari solo hingga jogja, gerimis tak kunjung reda. sampai di pantai pun gerimis masih setia menemani kami. dan tentulah kami menjadi pengunjung pertama dan satu-satunya di pagi hari itu.

"eh, lihat tuh ada nelayan yang mau melaut"
"yang bener aja, ombaknya gede banget loh, gerimis lagi"

di pantai depok itu memang tempat nelayan melaut, tempat penjualan ikan segar. enaknya kalau datang pagi memang bisa melihat kegiatan nelayan datang dan pulang dari melaut.

"itu perjuangan antara hidup dan mati lho mbak" tiba-tiba mama menimpali obrolan saya dan teman-teman.

melihat ombak yang besar, ditemani gerimis yang cukup deras, saya jadi berpikir banyak. dua awak nelayan di depan saya menaiki kapalnya. saya melihat dari mulai kapal di bibir pantai, mesin dinyalakan, hingga kapal itu bergerak mengikuti gulungan ombak. sepertinya saya bakal langsung mabuk laut kalau ikut naik di kapal itu. 

antara hidup dan mati. bener juga kata mama. kita ngga pernah tahu apa yang akan terjadi di laut itu bahkan satu detik kemudian. kita nggak pernah tahu dibalik tenangnya ombak apakah ada badai di depannya. kita nggak pernah tahu apakah ketika di tengah laut nanti ada ancaman hiu atau paus. kita nggak pernah tahu apakah ketika ditengah laut nanti tiba-tiba hujan deras dan kapal penuh terisi air. kita nggak pernah tahu apakah setelah kita meninggalkan daratan, kita bisa kembali lagi..

kita sering menikmati lezatnya ikan laut yang kita makan. tanpa pernah tahu untuk mendapatkan satu ekor ikan di laut itu butuh perjuangan hidup dan mati. dan hasilnya pun hanya sedikit, tidak sebanding dengan nyawa yang menjadi taruhannya.

adegan syahdu yang saya lihat juga dikala itu, ketika istri dan anak dari nelayan itu mengantarkan kepergian ayahnya sambil membawakan bekal. disini saya melihat sosok perempuan yang kuat, yang berani. ia juga tidak pernah tahu apakah suami, ayah dari anaknya itu, bisa kembali dan berkumpul dengannya lagi. ia tidak pernah tahu apakah raga suaminya itu akan bisa kembali memeluknya lagi. ia tidak pernah tahu, tapi ia ikhlas. ia pasrah apapun akan ketentuan Tuhan. yang ia yakini, suaminya menempuh jalan yang benar untuk mencari rizki, maka ia hanya bisa berdoa semoga Tuhan selalu menjaganya dari bahaya. 

kalau itu saya...mungkin saya tidak akan sanggup. saya tidak cukup kuat untuk kehilangan orang yang saya cintai. saya tidak cukup berani untuk kemudian melanjutkan hidup sendiri. 

saya...yang kata orang-orang itu seorang yang tangguh, seorang yang cukup kuat, ternyata lemah bila dihadapkan dengan satu hal: kehilangan. 

saya...yang kata orang-orang itu seorang yang berani, ternyata takut dan menjadi pengecut bila dihadapkan dengan satu hal: kehilangan.

padahal kehilangan itu satu hal yang pasti. padahal kehilangan itu suatu yang akan terjadi pada setiap orang. hanya saja waktunya kita tidak pernah tahu. 

ketika mungkin suatu saat di masa depan nanti sya kehilangan orang yang saya cintai, saya tahu hati saya akan hancur. saya tahu saya akan menangis diam-diam ketika malam hingga shubuh menjelang. saya tahu saya tidak akan menghapuskan memori tentangnya. saya tahu saya akan memandang fotonya lama di setiap pagi yang datang. saya tahu, hari-hari setelah saya kehilangannya, hari-hari saya yang tersisa, akan terpakai untuk mengingatnya, mendoakannya. tapi saya juga tahu saya akan bangkit dari kesedihan akan kehilangannya. saya akan bangkit meski saya tahu hidup tanpanya itu tak mudah.

tapi...ketika yang hilang itu iman di dalam hati...saya sungguh tidak akan pernah sanggup. saya tidak akan pernah tahu bagaimana hidup tanpa iman. mungkin, tanpa iman, tidak akan ada lagi kehidupan.
tanpa iman, tidak ada lagi kehidupan yang teratur, seimbang.
tanpa iman, tidak ada lagi kehidupan yang aman, damai.
tanpa iman, tidak ada lagi kehidupan menghidupi.
tanpa iman, kehidupan itu hanya bualan...

maka sekali lagi antara hidup dan mati, akankah iman kita menemani hingga akhir hayat? akankah kita menjaga iman kita hingga akhir hayat?