Selasa, 19 Maret 2013

Aku, FLP, dan dakwah kepenulisan

Pagi-pagi gini dapet sms dari Mas Angga (ex Ketua FLP Yogya yang sekarang jadi kadiv kaderisasi). Beliau sedang baca esai yang pertama kali saya buat waktu open recruitment FLP 14. Dan beliau berkata "... ingin juga merasakan energinya kan?"

Daan, bener aja, beliau mengabarkan sebentar lagi mau ada Oprec FLP 15 dan Empatik 2 untuk angkatan 14. Soo, yang mau gabung sama kite-kite di FLP Yogyakarta persiapkan diri yak ;)

Dan ini tulisan setahun lalu waktu gabung di FLP

                                                                         ***


            Bagiku setiap tinta-tinta yang di goreskan adalah cinta. Dan cinta yang indah apabila tinta tersebut membentuk jalinan kata yang menyejukkan. Cinta yang tulus jikalau jalinan kata tersebut mampu merasuk ke dalam setiap nadi pembacanya. Cinta yang abadi, apabila setiap kalimat yang merasuk dalam nadi tersebut selalu mengingatkan pembaca kepada-Nya.
            
            Bagiku menulis tidak sekedar menggoreskan pena di atas kertas. Bagiku menulis merupakan suatu nafas yang setiap helaannya membawa cerita tersendiri. Bagiku tulisan merupakan sebuah perkataan dalam diam. Bagiku tulisan merupakan cerita yang tak dapat diucapkan. Dan bagiku, menulis seolah menanam benih, yang siap tumbuh menjadi bunga yang cantik.
            
            Setiap orang pasti bisa menulis. Setiap orang diberi kebebasan untuk menulis. Setiap orang berhak memilih apa yang akan ditulisnya. Sama seperti ketika seorang petani hendak menanam ladangnya. Ia bebas menentukan tanaman apa saja yang akan ia tanam. Ia bisa memilih jati, sehingga kayunya yang kokoh dapat dimanfaatkan untuk membuat sebuah pondasi. Ia pun dapat memilih buah apel, yang nantinya akan berbuah merah dan manis bila masak. Ia juga bebas memilih aneka bunga yang hendak bermekaran di ladangnya kelak. Dan aku, hendak menanam semuanya yang bermanfaat. Tak peduli itu jati, apel, atau mawar, bagiku mereka semua sama-sama memberi manfaat. Dan seperti jati, apel, atau mawar, aku ingin tulisanku bermanfaat pula.
           
           Pertama kali mengenal FLP ketika duduk di bangku SD. Saat itu seorang penulis bernama Izzatul Jannah mengunjungi sekolahku yang terletak di kota Surakarta. Saat itu aku tidak bergabung dalam ekstrakurikuler jurnalistik, tapi entah mengapa aku mengagumi bahasa-bahasa yang mereka tuliskan. Bahasa puisi khas anak SD yang menggambarkan pesona alam.
          
         Menginjak SMP, kembali tulisanku menghiasi lembar-lembar buku catatan. Hingga kemudian tergabung dalam sebuah ekstrakurikuler Jurnalistik yang tentornya dari FLP. Mengenal Mbak Biaz yang kini telah menuliskan sebuah novel berjudul “Bias Nuansa Jingga”, kemudian Mbak Flo, yang sewaktu SMA ini aku kembali bertemu dengannya di beberapa acara.

Melihat sosok-sosok akhwat tangguh seperti mereka membuatku amat sangat tertarik mempunyai keluarga bernama FLP. Semenjak saat itu selalu mengidamkan, “kapan ya bisa masuk FLP?”

Selalu mendambakan memiliki sebuah keluarga, yang disana kita tidak hanya belajar berorganisasi, tetapi juga belajar mengenai ukhuwah, dan tentunya dakwah. Dakwah melalui pena. Dan itu yang membuatku cinta. Aku ingin berdakwah melalui media yang aku sukai, yakni tulisan. Walaupun aku mafhum tulisanku belum sebaik penulis-penulis lain.

Maka dari itulah aku kemari. Belajar untuk memperbaiki kualitas tulisanku, kualitas dakwahku. Agar para mad’u nantinya datang berbondong-bondong, ikut menegakkan syi’ar Islam di bumi tempat kita berpijak. Karena sesunguhnya suatu tulisan itu dapat mengendalikan emosi dan pikiran kita. Mengendalikan jiwa-jiwa yang sedang marah kembali tenang, mengembalikan pikiran-pikiran yang buram menjadi sejernih embun.
Aku, FLP, dan Dakwah Kepenulisan… semoga semuanya serasi berpadu, membentuk sajak-sajak merdu yang menggema, merindu surga-Nya.

                                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar