Pagi-pagi gini dapet sms dari Mas Angga (ex Ketua FLP Yogya yang sekarang jadi kadiv kaderisasi). Beliau sedang baca esai yang pertama kali saya buat waktu open recruitment FLP 14. Dan beliau berkata "... ingin juga merasakan energinya kan?"
Daan, bener aja, beliau mengabarkan sebentar lagi mau ada Oprec FLP 15 dan Empatik 2 untuk angkatan 14. Soo, yang mau gabung sama kite-kite di FLP Yogyakarta persiapkan diri yak ;)
Dan ini tulisan setahun lalu waktu gabung di FLP
***
Bagiku setiap tinta-tinta yang di goreskan adalah cinta.
Dan cinta yang indah apabila tinta tersebut membentuk jalinan kata yang
menyejukkan. Cinta yang tulus jikalau jalinan kata tersebut mampu merasuk ke
dalam setiap nadi pembacanya. Cinta yang abadi, apabila setiap kalimat yang
merasuk dalam nadi tersebut selalu mengingatkan pembaca kepada-Nya.
Bagiku menulis tidak sekedar menggoreskan pena di atas
kertas. Bagiku menulis merupakan suatu nafas yang setiap helaannya membawa
cerita tersendiri. Bagiku tulisan merupakan sebuah perkataan dalam diam. Bagiku
tulisan merupakan cerita yang tak dapat diucapkan. Dan bagiku, menulis seolah
menanam benih, yang siap tumbuh menjadi bunga yang cantik.
Setiap orang pasti bisa menulis. Setiap orang diberi
kebebasan untuk menulis. Setiap orang berhak memilih apa yang akan ditulisnya. Sama
seperti ketika seorang petani hendak menanam ladangnya. Ia bebas menentukan
tanaman apa saja yang akan ia tanam. Ia bisa memilih jati, sehingga kayunya
yang kokoh dapat dimanfaatkan untuk membuat sebuah pondasi. Ia pun dapat
memilih buah apel, yang nantinya akan berbuah merah dan manis bila masak. Ia
juga bebas memilih aneka bunga yang hendak bermekaran di ladangnya kelak. Dan
aku, hendak menanam semuanya yang bermanfaat. Tak peduli itu jati, apel, atau
mawar, bagiku mereka semua sama-sama memberi manfaat. Dan seperti jati, apel,
atau mawar, aku ingin tulisanku bermanfaat pula.
Pertama kali mengenal FLP ketika duduk di bangku SD. Saat
itu seorang penulis bernama Izzatul Jannah mengunjungi sekolahku yang terletak
di kota Surakarta. Saat itu aku tidak bergabung dalam ekstrakurikuler
jurnalistik, tapi entah mengapa aku mengagumi bahasa-bahasa yang mereka
tuliskan. Bahasa puisi khas anak SD yang menggambarkan pesona alam.
Menginjak SMP, kembali tulisanku menghiasi lembar-lembar
buku catatan. Hingga kemudian tergabung dalam sebuah ekstrakurikuler
Jurnalistik yang tentornya dari FLP. Mengenal Mbak Biaz yang kini telah
menuliskan sebuah novel berjudul “Bias Nuansa Jingga”, kemudian Mbak Flo, yang
sewaktu SMA ini aku kembali bertemu dengannya di beberapa acara.
Melihat
sosok-sosok akhwat tangguh seperti mereka membuatku amat sangat tertarik
mempunyai keluarga bernama FLP. Semenjak saat itu selalu mengidamkan, “kapan ya bisa masuk FLP?”
Selalu
mendambakan memiliki sebuah keluarga, yang disana kita tidak hanya belajar
berorganisasi, tetapi juga belajar mengenai ukhuwah, dan tentunya dakwah.
Dakwah melalui pena. Dan itu yang membuatku cinta. Aku ingin berdakwah melalui
media yang aku sukai, yakni tulisan. Walaupun aku mafhum tulisanku belum sebaik
penulis-penulis lain.
Maka
dari itulah aku kemari. Belajar untuk memperbaiki kualitas tulisanku, kualitas
dakwahku. Agar para mad’u nantinya datang berbondong-bondong, ikut menegakkan
syi’ar Islam di bumi tempat kita berpijak. Karena sesunguhnya suatu tulisan itu
dapat mengendalikan emosi dan pikiran kita. Mengendalikan jiwa-jiwa yang sedang
marah kembali tenang, mengembalikan pikiran-pikiran yang buram menjadi sejernih
embun.
Aku,
FLP, dan Dakwah Kepenulisan… semoga semuanya serasi berpadu, membentuk
sajak-sajak merdu yang menggema, merindu surga-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar